Formula Fungsionalisme Malinowski

Pengajian Kamis Siang FIB UGM.

"Lapar adalah dorongan instingtif yang oleh manusia dikembangkan tanggapan kultural dalam penyediaan makan sampai konsep makan itu sendiri" (Ustad H)

Kali ini pengajian kamis siang membahas tentang Formula dari teori Fungsionalisme yang dikemukakan oleh Bronislaw Malinoswski (1884-1942). Malinowski adalah pendiri profesi antropologi sosial di Inggris dengan menekankan pada pengenalan secara intensif melalui penggambaran dalam penelitian lapangan mengenai suatu masyarakat komunitas yang eksotis. Perspektif yang digunakan adalah penceritaan seperti novel yang masih menggambarkan sosok integral antropologi sosial Inggris. Malinowski adalah ujung tombak dalam revolusi para fungsionalis. Pendekatan yang saat awal kemunculan fungsionalisme sedang menjadi pusat perhatian adalah evolusionisme dan difusionisme. Keduanya mengarah pada perkembangan dan tahapnya dalam mengkaji kebudayaan dari waktu kewaktu beserta pengaruhnya. Fungsionalisme didasarkan pada kajian awal dari Edmund Leach selaku inspirator dari pemikiran Malinowski selain Durkheim. Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang plastis karena mempunyai naluri untuk selalu beradaptasi kepada faktor di luar dirinya. Paham empirisme Malinowski dan bangunan teori budayanya bersumber pada filsafat fragmatisme William James. Tahun 1910, di Inggris, Malinowski belajar sosiologi pada Westermarch dan Hobhouse. Guru Antropologi Malinowski bernama Seligman. 
Malinowski ...Just Do It 
Dogma pengajaran Malinowski adalah bahwa fakta-fakta hanya dapat dipahami di dalam konteksnya. Kata pemikiran yang pada masa lalu dianggap sebagai perkembangan sistem pengetahuan untuk pemenuhan kebutuhan dan kebenaran, oleh Malinowski diganti dengan kata tingkah-laku. Alasannya pemikiran saja tidak akan menyelesaikan masalah jika tanpa tindakan. Tingkah-laku adalah sarana konkret untuk memuaskan interes-interes biologis yang bersifat naluriah. Malinowski menekankan bahwa seorang antropolog harus melakukan kerja lapangan untuk menghayati masyarakat secara langsung agar mendapat fakta-fakta yang bersifat otentik dan esensial. Teknik ini adalah metode penelitian masyarakat yang baru dan dianggap revolusioner karena berbeda dengan peneliti terdahulu walaupun melakukan turun lapangan namun sering meninggalkan tempat penelitian. Frans Boas meneliti masyarakat eskimo tapi masih sering pulang pergi (kedinginan kali ya..nggak kuat hehehe). Alasan kedua adalah peneliti masa lampau masih banyak menggunakan jasa penerjemah (interperter) berbeda dengan Malinowski yang langsung belajar bahasa lokal tepatnya bahasa Trobriand. 
Malinowski menekankan pula, kalau ada fakta dan fenomena yang masih mungkin diobservasi maka jangan terlalu mengandalkan apa kata informan. Asal terdapat sesuatu yang masih memungkinkan untuk diobservasi tanpa berbenturan dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Secara metodologis seorang peneliti harus siap dan total turun lapangan secara intensif di suatu komunitas kecil dengan menggambarkan bagaimana aneka ragam domain kebudayaan terjalin satu dengan yang lain. 
Gondanglegi Festival . Juli 2012
Pada dasarnya terdapat tiga tema azas asumsi teori Malinowski diantaranya: Pertama, Aspek-aspek kebudayaan tidak dapat dipelajari secara terpisah, semua itu harus dipahami dalam konteks di mana aspek-aspek budaya itu dipakai. Arti konsep fungsi adalah sebagai jaringan relasi antar bagian yang terstruktur; Kedua, peneliti tidak boleh hanya menggantungkan pada aturan norma, atau pada deskripsi informan untuk analisis sosio-budaya. Tidak sedikit apa yang dikatakan berbeda dengan kenyataan yang terjadi, karena yang dikatakan cenderung ideal. Istilahnya biyen kedele saiki tempe. Penggambaran realitas lebih utama daripada sesuatu yang bersifat normatifKetiga, jika peneliti mengetahui yang sebenarnya dilakukan, itu harus ditempatkan pada konteks yang sebenarnya dengan tepat. Penduduk dapat saja dalam penalarannya sendiri, memanipulasikan aturan norma demi keuntungan sendiri. 
Demikian kuliah kamis sore pada hari ini, sampai jumpa pada pengajian di kesempatan yang lain. 

Comments

Popular posts from this blog

Refleksi Akhir Kelas etnografi Jawa Madura 2013

Blues on The Bus (Etnografi Transportasi Bagian 2)